Cerita di Balik Mundurnya Soeharto


Tanggal  21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, semua perhatian tertuju ke credentials room di Istana Merdeka, Jakarta. Saat itu, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Dalam pidato yang singkat, Soeharto antara lain mengatakan, “Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998. Pengumuman pengunduran diri Soeharto Kamis pagi itu sesungguhnya tidaklah terlalu mengejutkan, karena sehari sebelumnya sudah ramai dibicarakan bahwa Presiden Soeharto akan mengundurkan diri. Dan beberapa hari sebelumnya Soeharto masih yakin dapat mengatasi keadaan. Kejutan ke arah mundurnya Soeharto diawali oleh keterangan pers Ketua DPR/MPR Harmoko usai Rapat Pimpinan DPR, Senin (18/5) lalu.
Tanggal 18 Mei 1998
Pukul 15.20 WIB, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad. Namun, kejutan yang disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang mendatangi Gedung DPR itu  tidak berlangsung lama. Karena malam harinya, pukul 23.00 WIB Menhankam/ Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Walaupun sikap ABRI itu disampaikan setelah Wiranto memimpin rapat kilat dengan para Kepala Staf Angkatan dan Kapolri serta para panglima komando, tetapi diketahui bahwa pukul 17.00 WIB Panglima ABRI bertemu dengan Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana. Dengan demikian, muncul dugaan bahwa apa yang dikemukakan Wiranto itu adalah pendapat Presiden Soeharto. Pukul 21.30 WIB, empat Menko diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu". Namun, niat itu mungkin ada yang membocorkan, tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Tanggal 19 Mei 1998
Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma'aruf Amin dari NU.  Usai pertemuan, Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka. Dalam pertemuan ini, sesungguhnya tanda-tanda bahwa Soeharto akan mengundurkan diri sudah tampak. Namun, ada dua orang yang tidak setuju bila Soeharto menyatakan mundur, karena dianggap tidak akan menyelesaikan masalah. Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi, yaitu : Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
Tanggal 20 Mei 1998
Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto. Soeharto langsung masuk ke kamar dan membaca surat itu. Soeharto saat itu benar-benar terpukul. Ia merasa ditinggalkan. Apalagi, di antara 14 menteri bidang Ekuin yang menandatangani surat ketidaksediaan itu, ada orang-orang yang dianggap telah "diselamatkan" Soeharto. Ke-14 menteri yang menandatangani  sebut saja Deklarasi Bappenas itu secara berurutan adalah Ir Akbar Tandjung, Ir Drs AM Hendropriyono SH. SE.MBA, Ir Ginandjar Kartasasmita, Ir Giri Suseno Hadihardjono MSME, Dr Haryanto Dhanutirto, Prof Dr Ir Justika S. Baharsjah M.Scm, Dr Ir Kuntoro Mangkusubroto M.Sc, Ir Rachmadi Bambang Sumadhijo, Prof Dr Ir Rahardi Ramelan M.Sc, Subiakto Tjakrawerdaya SE, Sanyoto Sastrowardoyo M.Sc, Ir Sumahadi MBA, Drs Theo L. Sambuaga, dan Tanri Abeng MBA.  Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Soeharto benar-benar tidak menduga akan menerima surat seperti itu. Persoalannya, sehari sebelum surat itu tiba, ia masih berbicara dengan Ginandjar untuk menyusun Kabinet Reformasi. Ginandjar masih memberikan usulan tentang menteri-menteri yang perlu diganti, sekaligus nama penggantinya. Probosutedjo, adik Soeharto, yang berada di kediaman Jalan Cendana, malam itu  mengungkapkan Soeharto pada malam itu terlihat gugup dan bimbang. Probosutedjo menggambarkan suasana di kediaman Soeharto malam itu cukup tegang. Perkembangan detik per detik selalu diikuti dan segera disampaikan ke Soeharto. Dikatakan, "Saya berusaha memberikan informasi terkini, tentang tuntutan dan permintaan yang terjadi di DPR, informasi bahwa akan ada orang-orang yang bergerak ke Monas, serta perkembangan dari luar negeri," ujar Probosutedjo, seraya menambahkan bahwa pada saat itu semua anak-anak Soeharto berkumpul di Jalan Cendana. Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno. Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie. Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.
Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned". Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur panggilan akrab Nurcholish Madjid  menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru. Pukul 01.30 WIB, Amien Rais dkk mengadakan jumpa pers. Dalam jumpa pers itu Amien mengatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama, dan selamat datang pemerintahan baru". Keduanya menyambut pemerintahan transisi yang akan menyelenggarakan pemilihan umum hingga Sidang Umum MPR untuk memilih pemimpin nasional yang baru dalam jangka waktu enam bulan.
Tanggal 21 Mei 1988
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Kekecewaannya tergambar jelas dalam pidato pengunduran dirinya, ... Saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan ke-7, namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara-cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi. Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan Fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI. Seusai Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya, dan BJ Habibie mengucapkan sumpah sebagai Presiden, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto dalam pidatonya menyatakan, ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan Presiden/Mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto dan keluarga. (Tim Kompas)

Komentar : Menurut saya yang dilakukan oleh pak Soeharto adalah tindakan yang benar walaupun sangat berat untuk meninggalkan kepemimpinannya. Setau saya pak Soeharto dituding melakukan korupsi oleh karena itu beliau didesak untuk mengundurkan diri seharusnya tudingan itu berdasarkan bukti yang kuat jangan langsung mendesak pak Harto, saat ini saja banyak yang korupsi jangankan golongan atas golongan bawah pun melakukan korupsi. Pak Harto tetap bijaksana dan berjiwa besar pada saat dia harus memutuskan untuk mengundurkan diri dan seharusnya para menteri yang selama itu mengabdi kepada pak harto memberikan rasa bela sungkawanya dan tetap menemani pak harto jangan sebaliknya terus mendesak pak harto sampai beliau merasa sendiri dan terpukul padahal selama  30 tahun lebih pak harto telah mengabdikan dirinya kepada negara ini untuk memajukan Indonesia. Pak harto sangat berjasa terhadap bangsa ini tidak seharusnya beliau dilakukan seperti itu oleh para anak buahnya.


Nama : Devi Kurniasih
Kelas : 1DF01
NPM : 51211931

HAKIKAT DEMOKRASI


Kata Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan cratos. Demos berarti rakyat sedangkan cratos berarti kedaulatan. Dengan demikian demokrasi berarti kedaulatan rakyat. Istilah ini dipakai pada zaman Yunani kuno, khususnya di kota Athena yang sudah menerapkan demokrasi secara langsung. Secara umum demokrasi dapat diartikan sebagai bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah lewat perantaraan para wakil. Demokrasi dapat juga berarti gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan bagi semua warga negara (KBBI,2002:249). Dalam demokrasi rakyat, warga negara, atau oarng banyak menjadi unsur penting yang diuatamakan. Dalam bentuk konkretnya, pemerintahan demokrasi tidak langsung diperintah secara bersama-sama oleh seluruh rakyat. Kepemimpinan negara dan pemerintahan lazim tetap dipegang oleh seorang kepala negara atau kepala pemerintah yang dipilih oleh rakyat. Tetapi, kepala negara atau kepala pemerintah memimpin dan menjalankan negara dengan menuruti kehendak rakyat. Aspirasi rakyat sendiri disampaikan melalui perantara yang disebut badan atau dewan perwakilan atau parlemen. Para anggota badan perwakilan itu pun yang memilih adalah rakyat.
·         CIRI-CIRI DEMOKRASI
Pada zaman modern sekarang ini, demokrasi dianut oleh sebagian besar negara di dunia. Dianutnya demokrasi oleh banyak negara karena demokrasi memiliki banyak keunggulan sebagai sistem pemerintahan dan kehidupan. Banyak kalangan berpendapat, demokrasi adalah sistem yang saat ini paling baik untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, Setidaknya, demokrasi dinilai banyak kalangan sebagai sistem yang paling baik dan manusiawi dalam menempatkan, menghargai, dan memperlakukan rakyat dalam suatu negara. Berdasarkan fakta dan pengalaman negara-negara mapan didunia yang menganut sistem demokrasi memperlihatkan kondisi hidup yang maju dan beradab. Pemerintah mengelola negara dengan mengikutsertakan aspirasi dan partisipasi rakyat. Hubungan pemerintah, lembaga tinggi negara, dan rakyat terbentuk dalam keseimbangan yang saling menghargai, serta hak-hak asasi rakyat diakui dan dijunjung tinggi. Dalam demokrasi, kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara ditempatkan pada posisi yang sesungguhnya, yaitu sebagai penentu bagi semua tata kehidupan dan kebijakan negara. Hal ini sebagai pengakuan demokrasi terhadap rakyat sebagai pemilik paling sah atas negara. Oleh karena itu, selain hak-hak asasinya dihargai, rakyat juga diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat serta memilih para pemimpin dan para wakil mereka dilembaga perwakilan. Untuk menghindari kesewenang-wenangan pemerintah terhadap rakyat, dalam demokrasi juga dibangun sistem yang memungkinkan rakyat dapat menilai dan mengontrol perilaku pemerintah. Untuk keperluan ini, dibentuk lembaga pengadilan yang independen sebagai bagian dari penegakan hukum. Selain itu, dibuka peluang tumbuhnya pers (media massa) yang bebas sebagai bagian dari upaya untuk mengontrol pemerintah dalam mengelola dan memebuat kebijakan negara.

·         BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
Sebagian besar negara didunia telah menerapakan sistem demokrasi. Banyak negara dan bangsa penganut demokrasi menerapkan dan melaksanakan demokrasi dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan cara ini kemudian menimbulkan munculnya bentuk-bentuk demokrasi yang beragam. Saat ini dikenal berbagai bentuk demokrasi. Bentuk-bentuk demokrasi umumnya dibedakan menurut sifatnya, cara, atau prinsip penerapannya masing-masing.
a.       Berdasarkan cara penyampaian aspirasi atau kehendak, demokrasi terbagi atas demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung.
Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi yang mengikutsertakan seluruh rakyat dalam mengambil keputusan atau menentukan kebijakan negara.
Demokrasi tidak langsung adalah sistem demokrasi yang tidak mengikutsertakan seluruh rakyat secara langsung dalam mengambil keputusan atau menentukan kebijakan negara, melainkan pengikutsertakannya dilakukan lewat perwakilan.
b.      Berdasarkan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi terbagi atas demokrasi sistem parlementer dan demokrasi sistem presidensial.
Demokrasi sistem parlementer adalah demokrasi yang berlaku dan diterapakan dalam negara yang pemerintahannya menganut sistem parlementer. Pemerintahan sistem parlementer meletakkkan tanggung jawab pemerintahannya pada kabinet (para menteri). Di bawah pimpinan perdana menteri, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Parlemen (DPR) memiliki kekuasaan yang sangat besar mereka dapat meminta pertanggungjawaban serta dapat menjatuhkan kabinet melalui pemberian mosi tidak percaya.
c.       Demokrasi sistem presidensial adalah demokrasi yang berlaku dan diterapkan dalam negara yang pemerintahannya menganut sistem presidensial. Pemerintahan sistem presidensial meletakkan tanggung jawab pemerintahan negara kepada presiden. Presiden, yang berperan sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, bertanggung jawab kepada rakyat baik secara langsung maupun lewat lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat. Kabinet berada dibawah pimpinan presiden. Kabinet, yaitu para menteri, bertanggung jawab, diangkat, dan diberhentikan kepada dan oleh presiden.

Sumber :Dikutip dari Buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VIII

Kesimpulan & Komentar :
Demokrasi dapat diartikan sebagai bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah lewat perantaraan para wakil. Kepemimpinan negara dan pemerintahan tetap dipegang oleh seorang kepala negara atau kepala pemerintah yang dipilih oleh rakyat. Tetapi, kepala negara atau kepala pemerintah memimpin dan menjalankan negara dengan menuruti kehendak rakyat. Aspirasi rakyat sendiri disampaikan melalui perantara yang disebut badan atau dewan perwakilan atau parlemen. Para anggota badan perwakilan itu pun yang memilih adalah rakyat.
Menurut saya , saat ini dinegara indonesia Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen kurang menghargai pendapat dan aspirasi rakyat yang ikut serta dalam memajukan negara indonesia, banyak rakyat yang tidak mendapatkan hak-hak nya sebagai warga negara. Sebagai warga negara indonesia rakyat seharusnya mendapatkan hak-hak asasi nya dari pemerintah atau parlemen untuk berpendidikan, mendapatkan kehidupan yang layak, dll. Tetapi jaman sekarang justru banyak rakyat yang kurang mampu tidak mendapatkan hal tersebut dan para anggota dewan perwakilan pun lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan hal itu karena dalam memajukan negara Indonesia salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memperbaiki hidup warga negara agar lebih baik dan lebih layak.

KONSTITUSI YANG BERLAKU DI INDONESIA

Konstitusi merupakan peraturan atau ketentuan dasar mengenai pembentukan suatu negara. Konstitusi sering di sebut undang-undang dasar atau hukum dasar. Konstitusi memuat ketentuan-ketentuan pokok bagi berdiri,bertahan dan berlangsungnya suatu negara. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa dasar,bentuk, dan tujuan negara.
Sejak proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia sudah menciptakan tiga buah konstitusi serta memberlakukannya dalam masa yang berbeda-beda. Pemberlakuan ketiganya tidak lepas dari perubahan kehidupan ketatanegaraan indonesia akibat terjadinya berbagai perkembangan politik tetapi, pergantian konstitusi itu juga sekaligus menunjukan pergulatan bangsa indonesia dalam mencapai dan menemukan konstitusi yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi bangsa indonesia. Konstitusi yang pernah berlaku di indonesia adalah :
·         Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
UUD 1945 dirancang oleh BPUPKI sebelum kemerdekaan bangsa indonesia diproklamasikan. Rancangan itu kemudian disahkan oleh PPKI menjadi kostitusi negara republik Indonesia. UUD 1945 disahkan sebagai langkah untuk menindaklanjuti proklamasi kemerdekaan RI. Begitu kemerdekaan diproklamasikan, Indonesia lahir sebagai negara. Sebagai negara, dengan sendirinya Indonesia harus memiliki konstitusi untuk mengatur kehidupan ketatanegaraannya. Untuk itu, UUD 1945 disahkan menjadi konstitusi. Sebagai konstitusi negara, UUD 1945 berisi hal-hal prinsip tentang negara Indonesia. Hal-hal itu diantaranya mencakup dasar negara, tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintah, sistem pemerintahan dan pembagian kekuasaan. Dari hal-hal pokok ini, empat yang terakhir yakni : bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan.
           
Menurut UUD 1945 bentuk negara Indonesia adalah kesatuan. Hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat (1). Dengan bentuk kesatuan,kekuasaan negara dikendalikan atau dipegang oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintah puasat dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah daerah disebut sebagai desentralisasi. Sebagai negara kesatuan, Indonesia menggunakan dan mengembangkan sistem desentralisasi seperti yang diatur dalam pasal 18 UUD 1945. Setiap daerah bersifat otonom, yakni memiliki wewenang untuk mengatur urusannya sendiri. Tetapi, hal ini menyangkut masalah administrasi belaka, serta tidak menjadikan daerah sebagai “ negara” yang tersendiri. Di dalam wilayahnya Indonesia tidak akan memiliki daerah yang bersifat staat (negara)-tidak akan ada “negara” didalam negara.

Daerah-daerah Indonesia dibagi kedalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil yang masing-masing memiliki otonomi. Pembagian atas daerah-daerah otonomi ini dilakukan dengan undang-undang. Di setiap daerah yang bersifat otonom dibentuk badan perwakilan/permusyawaratan rakyat karena pemerintahan daerah pun akan menjalankan prinsip permusyawaratan (musyawarah) yang demokratis.

Sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dengan bentuk republik, kekuasaan pemerintahan negara dipegang oleh Presiden. Presiden merupakan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Presiden memperoleh kekuasaan tersebut karena dipilih oleh rakyat melalui tata cara tertentu berdasarkan undang-undang. Untuk pertama pada awal pembentukan negara setelah merdeka, presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Hal ini karena MPR, sebagai lembaga pemilih dan pengangkat presiden, ketika itu belum terbentuk. Pembentukan MPR belum dapat dilakukan karena pemilihan umum (pemilu) untuk memilih para anggota MPR belum dapat diselenggarakan.

Berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan kabinet presidensial. Menurut sistem ini, presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah MPR. Tetapi, akibat keadaan transisi (masa peralihan) yang cenderung bersifat darurat, penyelenggaraan negara dengan ketentuan seperti itu belum dapat sepenuhnya dilakukan. Pada saat itu, kekuasaan presiden dapat dikatakan sangat luas. Menurut pasal IV Aturan Peralihan, selain menjalankan kekuasaan eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR. Selain presiden dan wakil presiden saat itu hanya ada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berkedudukan sebagai pembantu presiden. Praktis presiden menjalankan kekuasaan yang seluas-luasnya tanpa diimbangi dan diawasi lembaga negara lainnya. Ketentuan pasal IV Aturan Peralihan tersebut menimbulkan kesan bahwa kekuasaan presiden mutlak atau tak terbatas (absolut). Hal ini kiranya perlu di netralisasi maka, kemudian dikeluarkan maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945, yang isinya memberikan kewenangan kepada KNIP untyk memegang kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).

·         Konstitusi RIS 1949
Sejak akhir tahun 1949 terjadi pergantian konstitusi di Indonesia. Hal ini terkait dengan situasi politik dalam negeri Indonesia yang sedikit terguncang akibat agresi dan campur tangan Belanda. Setelah Indonesia memproklamasirkan kemerdekaan, Belanda datang ke Indonesia untuk kembali menjajah dan menguasai Indonesia. Oleh sebab itu,  dalam kurun waktu 1945-1949 Indonesia harus berperang melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan. Selama itu, selain terlibat dalam berbagai pertempuran, Indonesia dan Belanda juga terlibat perundingan damai. Melalui perundingan-perundingan itu akhirnya dicapai kesepakatan bahwa Indonesia diubah menjadi negara federal atau serikat. Nama Republik Indonesia berganti menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Dan sebagai undang-undang dasar negara digunakan Konstitusi RIS. Konstitusi ini dibuat pada tahun 1949 sehingga lazim disebut Konstitusi RIS 1949. Sebenarnya Konstitusi RIS 1949 bersifat sementara saja. Menurut salah satu pasal dalam konstitusi ini yakni pasal 186 akan dibentuk konstitusi permanen atau tetap untuk menggantikan Konstitusi RIS 1949. Konstitusi tetap ini akan dibentuk oleh Konstituante, yakni lembaga khusus pembuat konstitusi. Konstitusi RIS 1949 diberlakukan sejak tanggal 27 desember 1949. Pasal yang terdapat dalam konstitusi ini berjumlah 197 buah.

Berdasarakan Konstitusi RIS 1949, negara Indonesia berbentuk serikat atau federal. Ketentuan ini tercantum dalam pasal 1 ayat (1) konstitusi tersebut. Ketentuan ini bertolak belakang dengan ketentuan tentang bentuk negara yang diamanatkan UUD 1945, yang menyatakan Indonesia sebagai negara yang berbentuk kesatuan. Pada prinsipnya negara serikat atau federal adalah negara yang terbagi-bagi atas berbagai negara bagian. Begitu juga dengan yang dialami oleh Indonesia setelah menjadi negara serikat. Sebagai negara serikat, Indonesia terbelah-belah menjadi beberapa bagian, yakni menjadi tujuh negara bagian dan sembilan satuan kenegaraan.  Ketujuh negara bagian itu adalah :
1.      Negara Republik Indonesia
2.      Negara Indonesia Timur
3.      Negara Pasundan (termasuk Distrik Federal Jakarta)
4.      Negara Jawa Timur
5.      Negara Madura
6.      Negara Sumatra Timur
7.      Negara Sumatra Selatan
Adapun kesembilan satuan kenegaraan yang dimaksud adalah :
1.      Jawa Tengah
2.      Bangka
3.      Belitung
4.      Riau
5.      Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
6.      Dayak Besar
7.      Daerah Banjar
8.      Kalimantan Tengah
9.      Dan Kalimantan Timur
Negara Bagian dan Kesatuan kenegaraan ini memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri dalam ikatan federasi RIS.

Pemerintahan negara RIS berbentuk Republik. Pemerintahan terdiri atas presiden dan kabinet. Adapun kedaulatan negara dipegang oleh presiden, kabinet, DPR, dan senat. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) Konstitusi RIS. Dalam pemerintahan negara RIS terdapat alat perlengkapan federal berupa presiden, menteri, senat, DPR, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Pemerintahan RIS menganut sistem kabinet parlementer, artinya kebijakan dan tanggung jawab kekuasaan pemerintah berada ditangan menteri baik secara bersama maupun individual. Para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi kepada parlemen (DPR)

·         UUDS 1950
Berubahnya Indonesia menjadi negara serikat yang terbagi-bagi kedalam negara atau daerah bagian menimbulkan banyak ketidakpuasan dikalangan rakyat Indonesia. Apalagi kemudian diyakini dan disadari bahwa pembentukan negara bagian lewat RIS merupakan bagian dari upaya belanda untuk memecah belah bangsa Indonesia. Karena itu, keinginan untuk membubarkan negara bagian atau daerah bagian serta hasrat untuk kembali menggabungkan diri menjadi Republik Indonesia yang bersatu mincul dimana-mana. Rakyat dari berbagai daerah menyatakan ketidaksetujuannya lagi dengan bentuk negara serikat. Maka, untuk memenuhi tuntutan tersebut melalui sebuah kesepakatan pemerintah RI dan pemerintah RIS pada 19 mei 1950 dibuat Piagam Persetujuan. Kedua pemerintah sepakat membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Negara kesatuan yang akan dibentuk diatur dengan konstitusi hasil pengubahan konstitusi RIS 1949 yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip pokok dalam UUD 1945. Lewat panitia gabungan antara pemerintah RI dan pemerintah RIS akhirnya dihasilkan sebuah rancangan undang-undang dasar. Rancangan ini diajukan kepada pemerintah RIS dan kemudian disetujui sebagai undang-undang dasar. Walaupun sudah disetujui dan dinyatakan berlaku, undang-undang dasar tersebut masih bersifat sementara sehingga kemudian populer disebut sebagai Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Oleh karena itu, UUDS 1950 bersifat sementara , selanjutnya akan dirancang suatu konstitusi tetap bagi negara Indonesia yang bersatu. Untuk itu akan dibentuk lembaga khusus yang ditugaskan untuk membuat konstitusi. Lembaga khusus itu kemudian diberi nama Konstituante dan dijadikan salah satu bab yang diatur dalam UUDS 1950. Para anggota Konstituante akan dipilih melalui pemilu. UUDS 1950 diberlakukan sejak tanggal 17 Agustus 1950. UUDS 1950 berisi enam bab.

Berlakunya UUDS 1950 membuat Indonesia kembali menjadi negar yang berbentuk kesatuan. Ketentuan ini tercantum didalam pasal 1 ayat (1) konstitusi tersebut. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi terbagi-bagi menjadi negara-negara bagian atau daerah-daerah bagian.

Berdasarkan UUDS 1950, pemerintahan negara Indonesia berbentuk republik. Dengan pemerintahan republik, jabatan kepala negara dipegang oleh presiden. Kedaulatan dilakukan atau dilakasanakan oleh pemerintah dan DPR. Hal ini seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2). Adapun alat-alat perlengkapan negara, yaitu presiden dan wakil presiden, menteri, DPR, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Saat itu sistem pemerintahan yang dipaki adalah kabinet parlementer. Pertanggungjawaban kabinet diberikan kepada parlemen (DPR). DPR pun dapat membubarkan kabinet. Namun, di sisi lain presiden memiliki kedudukan yang kuat dan dapat membubarkan DPR.


·         Kembali ke UUD 1945
Pembentukan konstitusi yang permanen sebagai pengganti UUDS 1950 ternyata tidak berjalan seperti yang direncanakan. Badan Konstituante yang sudah terbentuk lewat pemilu 15 desember 1995 tidak dapat menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Badan yang diandalkan dapat menghasilkan konstitusi baru yang tetap ini sejak dilantik tahun 1956 hingga dua tahun kemudian, yakni tahun 1958, tidak menghasilkan keputusan apa pun mengenai konstitusi. Dalam setiap sidangnya, para anggota Konstituante selalu terlibat perdebatan panjang dan berlarut-larut sehingga keputusan untuk menghasilkan rancangan konstitusi selalu menemui jalan buntu. Masalah pokok yang menjadi bahan perdebatan alot dan sulit diputuskan terutama adalah menyangkut penentuan dasar negara.  Keadaan ini berlangsung hingga sekitar dua tahun, sementara di beberapa daerah mulai muncul berbagai pemberontakan terhadap pemerintah. Untuk mengatasi keadaan ini, Presiden Soekarno mengusulkan kepada Konstituante agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 saja sebagai konstitus. Untuk menyikapi usul ini Konstituante melakukan pemungutan suara. Namun, pemungutan suara yang dilakuakan sampai tiga kali gagal menghasilkan keputusan. Kondisi konstituante sendiri kemudian makin tidak menentu setelah banyak di antara para anggota nya menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang-sidang Konstituante. Keadaan tersebut dipandang sangat merugikan dan membahayakan. Kemacetan yang dibuat Konstituante dan pemberontakan di beberapa daerah dianggap dapat menjerumuskan Indonesia ke jurang perpecahan dan kehancuran. Oleh sebab itu, presiden sebagai kepala negara kemudian membuat keputusan drastis yang kontroversial. Dengan pertimbangan untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 15 juli 1959, Presiden Soekarno menegluarkan sebuah dekret. Dekret ini berisi tiga hal, yakni (1) membubarkan Konstituante, (2) memberlakukan kembali UUD 1945, dan (3) membentuk MPRS dan DPAS (Dewan Pertimbangan agung Sementara) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dekret ini kemudisn dikenal sebagai Dekret 5 juli 1959 dan dengan dikeluarnya dekret ini, dengan sendirinya UUD 1945 kembali menjadi konstitusi resmi negara Indonesia. Semua tatanan kenegaraan pun harus disesuaikan kembali dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUD 1945.

KESIMPULAN & KOMENTAR
Saat ini negara Indonesia menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi. UUD 1945 berisi hal-hal prinsip negara Indonesia. Hal-hal itu mencakup tentang dasar negara, tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dan pembagian kekuasaan. Sampai saat ini pun Indonesia tetap menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara karena Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik seperti yang dijelaskan di UUD 1945. Menurut UUD 1945 Sistem pemerintahan negara Indonesia adalah Kabinet Presidensial menurut sistem ini presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah MPR.
Menurut saya , negara Indonesia sudah benar menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi karena Indonesia berbentuk republik dan di pimpin oleh seorang presiden seperti yang tercantum dalam UUD 1945. Saya juga sengat setuju sampai sekarang Indonesia pun tidak lagi berganti konstitusi karena Indonesia memang sudah merdeka tidak seperti dulu yang masih dijajah oleh belanda yang mengakibatkan negara ini ricuh dan menyebabkan kepulauan Indonesia terbelah-belah.

Dikutip dari Buku Pendidikan Kewarganegaraan SMP Kelas VIII

Nama : Devi Kurniasih
NPM : 51211931
Kelas : 1DF01

INTEGRITAS HAKIM



Komisi Yudisial Rekomendasikan Pemecatan Hakim

Komisi Yudisial merekomendasikan kepada Mahkamah Agung agar memecat seorang hakim di tingkat pengadilan negeri. Hakim tersebut dinilai terbukti melakukan pemerasan. Sejak januari hingga februari 2012, Komisi Yudisial telah menerima 274 pengaduan dari masyarakat, meliputi pengaduan di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Negara, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, hingga Mahkamah Agung (MA). Pengaduan-pengaduan tersebut banyak muncul di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Riau. Tujuh Hakim dan 30 saksi telah dimintai keterangan terkait hal ini. Selama tahun 2011, ada 11 pengaduan yang telah diproses dan mendapat sanksi dari Mahkamah Agung. Komisi Yudisial dan sejumlah perguruan tinggi juga akan menilai kualitas putusan para hakim untuk memantapkan integritas hakim. Langkah itu diwujudkan dengan menggandeng 32 fakultas hukum dan 32 perguruan tinggi se-Indonesia. Komisi Yudisial bersama perguruan tinggi akan melakukan eksaminasi terhadap sejumlah putusan-putusan hakim yang inkracht (putusan hakim tetap). Dengan demikian kualitas putusan hakim akan terlihat. Perguruan Tinggi melalui mahasiswanya juga bisa memantau perilaku para hakim. Ke depannya analisis putusan-putusan serta catatan perilaku mereka akan menentukan promosi atau demosi para hakim. Yang dibutuhkan dari seorang hakim bukan semata-mata kemampuan, melainkan juga integritas.
Sumber dari : Koran kompas, sabtu, 10 maret 2012

Komentar : menurut saya , sebagai seorang hakim seharusnya bisa menjaga citranya menjadi seorang hakim. Seorang hakim bisa mengambil keputusan hukuman terhadap pidana yang bersalah tetapi tidak bisa mengambil keputusan hukuman untuk diri nya sendiri akibatnya kualitas putusan hakim disini akan terlihat buruk dimata warga negara indonesia. Saya setuju komisi yudisial bertindak tegas dalam mengatasi hal ini karena yang dibutuhkan seorang hakim bukanlah hanya kemampuan dalam mengambil keputusan tetapi juga integritas hakim yang bagus.

Nama : Devi Kurniasih
NPM : 51211931
Kelas : 1DF01

Gelora Politik Revolusioner Pembangunan di Era Bung Karno



Fase pertama pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner, serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Bung Karno tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Pemerintahan syahrir dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden.
Kepemimpinan Bung Karno terus menerus berada di bawah tekanan militer Belanda yang ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata, dan persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut politik.
Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Bung Karno membiarkan pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua anggota DPR (DPGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945.
Demi kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi baru menggantikan UUD 1945, Bung Karno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan Bung Karno. Pemilu tersebut menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI.
Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara maraton selama lima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru.
Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.
Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi morat-marit. Sementara itu, para pemimpin Masjumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Kemudian, Bung Karno membubarkan kedua partai tersebut.
Pada fase kedua kepemimpinannya, 1959-1967, Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM.
Namun di tengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Saat itu yang menjadi Panglima Komando Mandala adalah Mayjen Soeharto.
Tahun 1964-965, Bung Karno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didukung Inggris.
Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Bung Karno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965 atau yang sering disebut G30SPKI. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi chaos di seluruh negeri. Kondisi politik dan keamanan pun hampir tak terkendali lagi.
Menyadari kondisi tersebut, Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugas mengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukan Pak Harto sejalan dengan tuntutan rakyat ketika itu  membubarkan PKI.
Bung Karno, setelah tragedi berdarah tersebut dimintai pertanggungjawaban di dalam sidang istimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawaban Bung Karno ditolak. Kemudian Pak Harto diangkat selaku Pejabat Presiden. Pak Harto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI yang Kedua pada Maret 1968.
Sementara itu pembangunan ekonomi selama 22 tahun Indonesia merdeka, praktis dikesampingkan. Kalaupun ada, pembangunan ekonomi dilaksanakan secara sporadis, tanpa panduan APBN. Pembangunan dilakukan hanya dengan mengandalkan dana pampasan perang Jepang.
Dari dana pampasan perang itu, Bung Karno membiayai pembangunan fisik, antara lain, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, Gedung Sarinah, Stadion Senayan, Bendungan Jatiluhur, Hotel Samudra Beach, Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Bali Beach dan Sanur Beach di Bali.
Bung Karno juga memulai membangun Gedung MPR/DPR, Tugu Monas dan Masjid Agung Istiqlal yang kemudian dirampungkan dalam era pemerintahan Pak Harto. Emas murni di pucuk Monas pun yang tadinya disebut 35 kg ternyata hanya 3 kg, kemudian disempurnakan pada era pemerintahan Orde Baru.



komentar : menurut saya , seorang presiden seperti bung karno adalah pemimpin yang mempunyai rasa pertanggungjawaban yang tinggi , bung karno tidak peduli dengan diri nya yang beliau pedulikan hanyalah negara indonesia ini dan rakyat nya. Beliau terus menggelorakan revolusioner dalam perjuangan membuat negara indonesia merdeka dari belanda dan jepang yang ingin membuat negara indonesia hancur terpecah belah dan sampai akhirnya masalah itu pun terselesaikan satu persatu walaupun masalah ekonomi sempat dikesampingkan tetapi sekarang dari hasil dana pampasan perang bung karno dapat membiayai pembangunan fisik dinegara ini seperti hotel indonesia, jembatan semanggi, stadion senayan dll. Saya berharap negara indonesia dapat memiliki seorang pemimpin yang seperti bung karno walaupun sekarang beliau sudah tidak ada tetapi rasa  gelora revolusioner nya masih terasa di negara indonesia karena perjuangannya. Gedung-gedung yang dibuat oleh bung karno sampai saat ini seharusnya pemerintah berusaha untuk lebih peduli membenahi fisik gedung yang sudah rusak  agar tetap terawat karena banyak sekali saat ini gedung peninggalan bung karno yang sudah tidak terawat lagi. Banyak masyarakat yang acuh tak acuh terhadap gedung itu padahal dengan gedung kita dapat mengingat perjuangan bung karno.

Nama     : Devi Kurniasih 
NPM     : 51211931
Kelas     : 1DF01